Namun perlu dipahami dahulu bahwa secara arti, makalah memiliki beberapa makna. Pengertian makalah bisa diartikan berbeda-beda, diantaranya yaitu :
- Karya tulis yang bersifat ilmiah tentang topik terfokus yang cakupannya berada pada ruang lingkup suatu pembahasan, permasalahan, dan juga kesimpulan dari penyajian pembahasan.
- Tulisan yang bersifat formal mengenai suatu pokok pembahasan yang bertujuan untuk di presentasikan di depan umum pada sebuah persidangan.
- Karya tulis yang dibuat oleh peserta didik baik itu mahasiswa maupun pelajar yang dipergunakan untuk laporan dari hasil dalam menjalankan tugas sekolah atau suatu perguruan tinggi.
Format Penulisan Makalah
Secara umum, format penulisan makalah terbagi menjadi beberapa bagian yang bisa dilihat dibawah ini :Bagian Pembuka Makalah
- Halaman judul
- Halaman pengesahan
- Kata pengantar makalah
- Daftar isi
- Ringkasan isi
- Pendahuluan
- Latar belakang masalah
- Rumusan masalah
- Pembatasan masalah
- Tujuan penelitian
- Manfaat penelitian
- Pembahasan teori
- Kerangka pemikiran dan argumentasi keilmuan
- Pengajuan hipotesis
- Waktu dan tempat penelitian
- Metode dan rancangan penelitian
- Populasi dan sampel
- Instrumen penelitian
- Pengumpulan data dan analisis data
- Kesimpulan
- Saran
- Daftar pustaka.
- Lampiran-lampiran
Sumber
Makalah Asuransi Syariah
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG PENULISAN
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini membuat manusia tampak
mengalami kemajuan dalam hidup dan kehidupan ekonomi yang serba canggih
dan modern di dunia. Namun, bila menelusuri lebih detail, sebenarnya
bagian mana di belahan dunia ini yang dan berubah dari suasana serba
sederhana menjadi berkecukupan dan modern ? Tampaknya, kemajuan yang
selama ini di anggap maju ternyata masih mengalami kemunduran. Hal
tersebut ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak merata
dinikmati oleh setiap warga Negara. Negara Eropa dan Amerika misalnya
mendikte Negara Asia terutama Timur Tengah untuk menerapkan ekonomi
konvensional yang berbasis bunga. Hampir semua hukum keperdataan
diwarnai oleh system konvensional yang berbasis bunga termasuk penerapan
asuransi konensional yang telah menciptakan keresahan dan
ketidakadilan kepada nasabahnya. Mudah-mudahan visi dan misi asuransi
syariah yang tidak berbasis pada bunga dan dapat mengubah
rintangan-rintangan yang selama ini membungkus umat manusia dalam
hidup ketidakwajaran dan kecurangan.
Pengkajian pada pokok bahasan ini, penulis akan memaparkan beberapa poin
berkenaan asuransi syari’ah dan asuransi konvensional sebagai suatu
perbandingan, terutama yang berkaitan keunggulan asuransi syariah bila
dibandingkan dengan asuransi konvensional yang selama ini menjadi acuan
hidup dalam hukum perasuransian di Indonesia. Demikian pula penulis akan
mambahas konsep, sumber hukum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan
keuntungan.
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGERTIAN
Kata “asuransi” banyak berasal dari bahasa-bahasa asing diantaranya adalah[1]:
Ø Bahasa Belanda ”assurantie”, yang berarti pertangungan,
Ø Bahasa Italia “insurensi”, yang berarti jaminan
Ø Bahasa Inggris “assurance”, yang berarti jaminan
Ø Bahasa Arab “At-ta’min”, yang berarti perlindungan, ketenangan, rasa aman dan bebas dari rasa takut.
Dari segi bahasa menurut:
- Wirjono berarti sebuah persetujuan pihak, yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin atas kerugian yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin karena akibat dari sebuah peristiwa yang belum jelas terjadi.[2]
- Abbas Salim berarti suatu kemauan untuk menetapkan kerugian-kerugian kecil (sedikit) yang sudah pasti sebagai (substitusi) kerugian-kerugian yang belum pasti.
- Syeikh Musthafa az-Zarqa berarti cara dalam menghindari risiko yang akan dihadapinya.
- Ensiklopedi Hukum Islam berarti transaksi perjanjian antara dua pihak; pihak pertama berkewajiban untuk membayar iuran dan pihak lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran.
- UU No. 2 thn 1992 pasal 1 berarti perjanjian antara dua pihak atau lebih dimana pihak penangung mengikatkan diri kepada tertanggung dengan menerima premi asuransi untuk memberikan pergantian kepada tertanggung karena suatu kerugian, kerusakan dan lain sebagainya.
- Faturrahman Djamil berarti suatu persetujuan dimana pihak yang menanggung berjanji terhadap pihak yang ditanggung untuk menerima sejumlah premi mengganti kerugian yang mungkin akan diderita oleh pihak yang ditanggung, sebagai akibat dari suatu hal yang mungkin akan terjadi.
Setelah memperhatikan beberapa definisi asuransi diatas, baik dari segi
bahasa ataupun istilah, dapat disimpulkan bahwa dalam suatu perjanjian
asuransi minimal terlibat pihak pertama yang sanggup menanggung atau
menjamin bahwa pihak lain mendapatkan pergantian dari suatu kerugian
yang mungkin akan di derita sebagai akibat dari suatu peristiwa yang
semula belum tentu terjadi atau belum di tentukan saat akan terjadinya.
Adapun uang yang telah dibayarkan oleh pihak tertanggung akan tetap
menjadi milik pihak yang menaggung apabila peristiwa yang dimaksud tidak
terjadi.
Dalam Asuransi paling tidak ada tiga unsure yang terlibat. Pertama,pihak
tertanggung yang berjanji membayarkan uang premi kepada pihak penangung
secara sekaligus atau secara angsur. Kedua, pihak pihak penanggung yang
berjanji akan membayar sejumlah uang kepada pihak tertanggung secara
sekaligus atau secara angsur apabila ada unsure ketiga. Ketiga, suatu
peristiwa yang belum jelas terjadi.
2. SEJARAH BERDIRINYA ASURANSI SYARIAH
Munculnya asuransi syariah di dunia islam di dasarkan adanya anggapan
yang menyatakan bahwa asuransi yang ada selama ini, yaitu asuransi
konvensional banyak mengandung unsur : gharar, maisir, riba[3].
a. Gharar (ketidakjelasan)
Gharar itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya
batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung. Jika
baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakirkan meninggal,
perusahaan asuransi akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung
secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan
asuransi akan untung dan pihak tertaggung merasarugi secara
financial[4].
b. Maisir (judi)
Unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar,
terutama dalamkasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa
meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah
membayar preminya sebagian, maka ahli waris akn menerima sejumlah uang
tertentu. Pemegang polis tidak mengetahui bagaimana dan darimana cara
perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal
ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian
mengambil resiko oleh persahaan yang bersangkutan. Yang disebut maisir
disinijika perusahaan asuransi mengandalkan banyak sedikitnya klaim yang
dibayarkannya[5].
c. Riba
Dalam hal riba semua asuransi konvensional menginvestasikan semua
dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba.
Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan
dengan menghitung keuntungan didepan.
Pernyataan yang serupa telah jauh-jauh di kumandangkan di Malaysia.
Jawatan kuasa kecil malaysia menyatakan dalam kertas kerjanya yang
berjudul “Ke arah Insurance secara Islami” di Malaysia. Bahwa asuransi
masa kini mengikuti cara pengelolaan dari Barat dan sebagian operasinya
tidak sesuai dengan ajaran islam[6]. Atas landasan itulah kemudian
dirumuskan bentuk asuransi yang terhindar dari ktiga unsur yang
diharamkan islam itu.
Selanjutnya, pada dekadetahun 70-an, di beberapa Negara islam atau di
Negara-negara yang mayoritas berpenduduk Muslim, mulai bermunculan
asuransi yang prinsip opersionalnya mengacu pada nilai-nilai islam dan
terhindar dari unsur-unsur yang diharamkan.
Pada tahun 1979, Islamic Insurance Co. Ltd berdiri di Sudan, Islamic
Insurance Co. Ltd di Arab Saudi. Pada tahun 1983, berdiri Dar al-mal
al-Islami di Genewa dan Takaful Islam di Luxumburg, Takaful Islam
Bahamas di Bahamas, dan at-Takaful al-Islami di Bahrian. Adapun di
Negara tetangga yang paling dekat dengan Indonesia, yakni Malaysia,
telah berdiri Syarikat Takaful Sendirian Berhad pada tahun 1984.
Sedangkan di Indonesia, asuransi Takaful baru muncul pada tahun 1994
seiring dengan diresmikannya PT. Asuransi Takaful Keluarga dan PT.
Asuransi Takaful umum pada tahun 1995.
Gagasan untuk mendirikan asuransi islam di Indonesia sebenarnya telah
muncul sejak lama, dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat
diresmikannya Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.
3. PANDANGAN ULAMA MENGENAI ASURANSI SYARIAH
Tujuan asuransi sangatlah mulia, karena bertujuan untuk tolong-menolong
dalam kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh
para Ulama adalah bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik
dari asuransi tersebut; baik itu bentuk akad yang melandasinya, sistem
pengelolaan dana, bentuk manajemen dan lain sebagainya
Dari permasalahan instrumen pendukung inilah para Ulama terbagi kepada 2 kelompok besar [7]:
Kedua kelompok dimaksud, masing-masing mempunyai dasar hukum dan
memberikan alasan-alasan hukum sebagai penguat terhadap argument atau
pendapat yang disampaikannya. Disamping itu, ada yang berpendapat
membolehkan asuransi yang bersifat social (ijtima’i) dan mengharamkan
asuransi yang bersifat komersial (tijari) serta ada pula yang
meragukannya (syubhat).
Kelompok yang mengharamkan asuransi syariah :
- Ibnu Abidin, Ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa asuransi adalah haram, karena uang setoran peserta (premi) tersebut adalah iltizam ma lam yalzam (mewajibkan sesuatu yang tidak lazim / wajib)
- Muhammad Bakhit al-muthi’i (mufti Mesir) mengatakan bahwa akad asuransi yang menjamin atas harta benda pada hakikatnya termasuk dalam kafalah atau ta’addi / itlaf.
- Muhammad al-Ghazali mengatakan bahwa
asuransi adalah haram karena mengandung riba. Beliau melihat riba
tersebut dalam pengelolaan dana asuransi dan pengembalian premi yang
disertai bunga ketika waktu perjanjian telah habis.
Menurut Warkum Sumitro pengharaman asuransi berdasarkan atas 5 alasan[8]:
1. Asuransi mengandung unsur perjudian yang dilarang dalam islam.
2. Asuransi mengandung unsur riba yang dilarang dalam islam.
3. Asuransi termasuk jual beli atau tukat-menukar mata uang tidak secara tunai.
4. Asuransi objek bisnisnya tergantung pada hidup dan matinya seseorang,yang berarti mendahului takdir Allah SWT.
5. Asuransi mengandung eksploitasi yang bersifat menekan.
Menurut Mahdi Hasan pelarangan praktik asuransi berdasarkan atas 4 alasan[9]:
- Asuransi tak lain adalah riba berdasarkan kenyataan bahwa tidak ada kesetaraan antara kedua pihak yang terlibat, padahal kesetaraan demikian wajib adanya.
- Asuransi juga merupakan perjudian, karena ada penggantungan kepemilikan pada munculnya resiko.
- Asuransi adalah pertolongan dalam dosa, karenaperusahaan asuransi meskipun milik Negara, tetap merupakan institusi yang mengadakan transaksi dengan riba.
- Dalam asuransi jiwa juga terdapat unsure risywah, karena kompensasi di dalamnya adalah sesuatu yang tidak dapat dinilai.
Kelompok yang membolehkan asuransi syariah :
Antara lain dikemukakan oleh Ibnu Abidin, Wahab Khalaf, Mustafa Ahmad
Zarqa (guru besar Universitas Syirya), Syaikh Abdurrahman Isa (guru
besar Universitas al-azhar Mesir), Prof. Dr. Muhammad Yusuf Musa (guru
besar Universitas Kairo), Syaikh Abdul Khalaf, dan Prof. Dr. Muhammad
al-Bahi,
Pada dasarnya, mereka mengakui bahwa asuransi merupakan suatu bentuk
muamalat yang baru dalam islam dan memiliki manfaat serta nilai positif
bagi ummat selama di landasi oleh praktik-praktik yang sesuai dengan
nilai-nilai islam.
Argumentasi yang mereka pakai dalam membolehkan asuransi menurut Faturrahman Djamil adalah sebagai berikut[10]:
1. Tidak terdapat nash Alqur’an atau hadits yang melarang asuransi.
2. Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
3. Asuransi menguntungkan kedua belah pihak
4. Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab premi-premi yang terkumpul dapat di investasikan dalam kegiatan pembangunan.
5. Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.
6. Asuransi termasuk usaha bersama yang di dasarkan pada prinsip tolong-menolong.
Dalam Islam,asuransi haruslah bertujuan kepada konsep tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan.
4. MODEL DAN KARAKTERISTIK ASURANSI SYARIAH
Asuransi syariah memiliki landasan filosofi yang berbeda dengan asuransi
konvensional, yaitu mencari ridha Allah untuk kebaikan dunia dan
akhirat. Asuransi syariah memiliki karakteristik tertentu. Karakteristik
itu pada gilirannya bisa membedakan dirinya dengan asuransi
konvensional.
Di antara karakteristik tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama : akad yang dilakukan adalah akad at-Takafuli.
Kedua : selain tabungan, peserta juga dibuatkan tabungan derma.
Ketiga : merealisir prinsip bagi hasil.
Dalam asuransi konvensional hanya mempunyai tujuan yang semata-mata
mencari keuntungan; dan bukan di dasari oleh rasa tolong-menolong
antarsesama. Pada asuransi konvensional, akad perjanjian yang
mendasarinya adalah akad jual-beli (tabaduli).
Karnaen A Perwaatmadja mengemukakan 4 ciri-ciri asuransi syariah[11] :
1. Dana asuransi diperoleh dari pemodal dan peserta asuransi
didasarkan atas niat dan persaudaraan untuk saling membantu pada waktu
yang diperlukan.
2. Tata cara pengelolaan tidak terlibat dari unsur-unsur yang bertentangan dengan syariat islam.
3. Jenis asuransi Takaful terdiri dari Takaful Keluarga yang memberikan perlindungan kepada peserta.
4. Terdapat dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas untuk
mengawasi operasional perusahaan agar tidak menyimpang dari tuntunan
syariat islam.
Model asuransi syariah[12] :
1. Non-Profit Model biasanya dipakai oleh perusahaan sosial milik
Negara atau organisasi yang dikelola secara non-profit (nirlaba). Model
inilah yang sesungguhnya paling mendekati konsep dasar asuransi syariah
karena selaras dengan kaidah-kaidah berikut : saling bertanggung jawab,
saling bekerja sama, dan saling melindungi
2. Al-Mudharabah model, secara teknis, al-Mudharabah adalah akad
kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan 100%
modal sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Disini terjadi
pembagian untung rugi diantara anggota (shahibul mal) dan pihak
pengelola / perusahaan asuransi (mudharib).
3. Wakalah, berbeda dengan akad mudharabah, dibawah akad wakalah,
Takaful berfungsi sebagai wakil peserta dimana dalam menjalankan
fungsinya (sebagai wakil), Takaful berhak mendapatkan biaya jasa (fee)
dalam mengelola keuangan mereka.
Ciri-ciri asuransi syariah dalam opersionalnya antara lain :
· Menghindari Riba
· Menghindari unsur judi
· Menghindari unsur penipuan (gharar)
Asuransi syariah, di samping memiliki karakeristik yang melekat pada
konsepnya (built in concept), juga lebih berorientasi untuk :
· Tolong-menolong dan bekerja sama
· Saling menjaga keselamatan dan keamanan
· Saling bertanggung jawab
5. LANDASAN HUKUM ASURANSI SYARIAH
Secara structural, landasan operasional asuransi syariah di Indonesia
masih menginduk pada peraturan yang mengatur usaha perasuransian secara
umum (konvensional). Baru ada peraturan yang secara tegas menjelaskan
asuransi syariah pada Surat Keputusan Direktur jendral Lembaga Keuangan
No. Kep. 4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian dan Pembatasan Investasi
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Sistem Syariah.
6. POLIS ASURANSI
Dalam setiap perjanjian, perlu dibuat bukti tertulis atau bermaterai
tempel sebagaimana diatur dalam aturan bea materai antara pihak-pihak
yang mengadakan perjanjian. Bukti tertulis untuk perjanjian asuransi
tersebut disebut polis.
Di dalam polis memuat :
1. Nomor polis,
2. Nama dan alamat tertanggung,
3. Uraian risiko,
4. Jumlah pertanggungan,
5. Jangka waktu pertanggungan,
6. Besar premi dan bea materai,
7. Bahaya-bahaya yang dijaminkan,
8. Khusus untuk polis kendaraan bermotor ditambah dengan nomor polis, nomor rangka (chasis) dan nomor mesin kendaraan.
Fungsi polis bagi tertanggung adalah sebagai berikut :
a. Sebagai bukti tertulis atas jaminan yang diberikan penanggung
jika terjadi peristiwa yang menyebabkan kerugian yang mungkin diderita
tertanggung.
b. Sebagai bukti yang kuat (otentik) untuk menuntut penanggung.
Fungsi polis bagi penanggung, yaitu :
a. Merupakan bukti atau tanda terima premi asuransi dari tertanggung.
b. Merupakan bukti tertulis atas jaminan yang diberika oleh
penangung kepada tertanggung jika terjadi suatu peristiwa yang
merugikan tertanggung.
c. Merupakan bukti yang kuat (otentik) untuk menolak klaim atau
tuntutan bila terjadi suatu peristiwa yang menyebabkan kerugian yang
tidak memenuhi syarat-syarat yang tercantum di dalam polis.
7. PENGELOLAAN PREMI ASURANSI
Premi asuransi adalah sejumlah dana yang disetor tertanggung kepada
penanggung, di mana jika premi belum dibayar (lunas), maka penanggung
belum terikat dalam transaksi untuk membayar ganti rugi jika timbul
risiko.
Pengelolaan dana dalam asuransi syariah adalah seluruh premi yang
dibayar peserta dimasukkan ke dalam rekening “derma”, yaitu rekening
yang digunakan untuk membayar klaim kepada peserta.
Mekanisme pengelolaan dana peserta (premi) dalam asuransi syariah
terbagi menjadi 2 sistem, yaitu sistem yang mengandung unsur tabungan
dan yang tidak mengandung unsur tabungan, perbedaannya terletak pada
alokasi dana peserta.
Pada sistem yang mengandung unsur tabungan, premi yang diterima setelah
dikurangi biaya pengelolaan sebagian akan dialokasikan ke rekening
tabungan dan sebagian lagi akan masuk ke rekening khusus / premi risiko.
Sementara itu, pada sistem yang tidak mengandung unsur tabungan, premi
yang diterima dari peserta dikurangi biaya pengelolaan seluruhnya
dimasukkan ke dalam rekening khusus.
BAB III
PEMBAHASAN KHUSUS
A. Pengertian Asuransi Syari’ah
Pengertian asuransi syariah telah diungkapkan pada awal tulisan ini,
namun tidak ada salahnya untuk mengemukakan sepintas dalam hal
membandingkan dengan asuransi komvensional. Asuransi syariah, mempunyai 3
pengertian seperti yang telah dikemukakan, diantaranya at-ta’min.
Mu’ammin adalah penangung dan mun-ta’min diartikan tertanggung. Di dalam
Al-Qur’an dikatakan dalam Surat Quraisy ayat :4
Artinya:
“Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan”.
Ada kata aman dari rasa takut, memberi rasa aman. Jadi istilah
at-ta’min, yaitu antara menta’minkan sesuatu yang berarti seseorang
membayar atau menyerahkan uang cicilan agar ia atau ahli warisnya
mendapatkan sejumlah uang sebagaimana yang telah disepakati, atau untuk
mendapatkan ganti terhadap hartanya yang hilang, sehingga dapat
dikatakan bahwa seseorang mempertanggungkan atau mengasuransikan
hidupnya, rumahnya atau kendaraannya.
Dewan Syari’ah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) mengeluarkan
fatwa tentang pedoman umum asuransi syariah. Menurutnya, asuransi
syariah adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong diantara
sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk asset atau
tabarru’ yang memberikan pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad yang sesuai dengan syariah.
B. Pengertian Asuransi konvensional
Pengertian asuransi konvensional secara bahasa adalah “pertanggungan”.
Istilah pertanggungan di kalangan orang Belanda disebut verzekering. Hal
dimaksud melahirkan istilah assuradeur , assurantie bagi penaggung dan
geassureeder bagi tertanggung.
Selain itu, ada definisi yang mengungkapkan bahwa sebenarnya assuransi
itu merupakan alat atau institusi belaka yang bertujuan untuk mengurangi
resiko dengan mengabungkan sejumlah unit-unit yang beresiko agar
kerugian individu secara olektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat
diprediksi terebut kemudian dibagi dan didistribusikan secara
proporsional diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.
Di dalam UU RI Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian meupakan
petanggungan yang di dalamnya ada perjanjian antara 2 pihak atau lebih,
yaiut pihak penanggung mengikatkan diri kepada tettanggung, dengan
menerima premi asuransi,untuk memberikan penggantian kepada tertanggung
karenakerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan.
2. Pebedaan Mengenai Sumber Hukum
A. Sumber Hukum Asuransi Syariah
Sumber hukum asuransi syariah adalah Al-Qur’an, sunnah, ijma, qiyas, dan
fatwa DSN MUI. Karena itu modus operandi asuransi syariah selalu
sejalan dengan prinsip-prinsip syariah. Dalam menetapkan
prinsip-prinsip, praktik, dan operasional dari asuransi
syariah,parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah islam
yang bersumber dari Al-Qur’an, hadits, dan fiqh islam. Karena itu,
asuransi syariah mendasarkan diri pada prinsip kejelasan dan kepastian,
sehingga kejelasan yang meyakinkan kepada peserta asuransi dengan akad
secara syariah antara perusahaan dengan peserta asuransi , baik yang
akadnya jual beli ataupun tolong-menolong.
B. Sumber Hukum Asuransi Konvensional
Asuransi konvensional mempunyai sumber hukum yang di dasari oleh pikiran
manusia, falsafah, dan kebudayaan, sementara modus operandinya
didasarkan atas hukum positif . Karena itu tidak memiliki sumber hukum
yang jelas,maka cenderung membuat transaksi yang tidak memiliki
kepastian dan kejelasan kedepan. Seperti halnya dalam akadnya sesuatu
yang di akadkan terjadi cacat secara syariah karena tidak jelas berapa
yang akan dibayar oleh peserta asuransi yang meliputi berapa sesuatu
yang akan diperoleh. Tidak diketahui berapa lama seseorang peserta
asuransi harus membayar premi.
3. Perbedaan Mengenai Dewan Pengawas Syariah
A. Dewan Pengawas Asuransi Syariah
Asuransi syariah mempunyai Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan
bagian yang tak terpisahkan dengan asuransi syariah. DPS mengawasi
jalannya oprasional sehari-hari agar selalu berjalan sesuai dengan
prinsip syariah. Artinya, menghindari adanya penyimpangan secara hukum
islam yang dapat merugikan orang lain. Karena itu, DPS berfungsi untuk:
ü Melakukan pengawasan secara periodic pada Lembaga Keuangan Syariah yang berada dibawah pengawasannya.
ü Berkewajiban mengajukan unsure-unsur pengembangan Lembaga Keuangan
Syariah kepada pemimpin lembaga yang bersangkutan dan dari Dewan
Syariah Nasional.
ü Melaporkan Perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan
syariah yang mengawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 kali dalam
setahun anggaran.
ü Merumuskan permasalahan yang memerlukan pembahasan-pembahasan DSN.
B. Asuransi Konvensional
Asuransi konvensional tidak mempunyai dewan pengawaas dalam melaksanakan
perencanaan, proses, dan praktiknya. Asuransi konvensional tidak
memiliki sebuah wadah control yang independen yang tugasnya mengawasi
perjalanan asuransi teersebut sehingga mudah timbul
penyimpangan-penyimpangan, baik penyimpangan administrasi maupun
penyimpangan hukum secara syari’.
4. Perbedaan Mengenai Akad Perjanjian
A. Asuransi Syariah
Asuransi syariah mempunyai akad yang di dalamnya dikenal dengan istilah
tabarru’yang bertujuan kebaikan untuk menolong diantara sesame manusia,
bukan semata-mata untuk komersial dan akad tijarah. Akad tijarah adalah
akad atau transaksi yang bertujuan komersial, misalnya akad mudharabah,
wadiah,wakalah, dan sebagainya. Dalam bentuk akad tabarru’ mutabari
mewujudkan usaha untuk membantu seseorang dan hal ini di anjurkan oleh
syariat islam, penderma yang ikhlas akan mendapatkan ganjaran pahala
yang besar.
Selain itu, akad transaksi asuransi syariah mengandung kepastian dan
kejelasan sehingga peserta asuransi menerima polis asuransi sesuai
dengan apa yang dibayarkan (yang masuk ke rekening peserta) ditambah
dengan dana tabarru’ dari setiap peserta asuransi. Karena itu, setiap
peserta asuransi yang mendapat musibah atau kerugian akan menerima
bantuan dalam bentuk ganti rugi terhadap musibah yang dihadapinya.
Bantuan dimaksud bersumber dari dana akad tabarru’.
B. Asuransi Konvensional
Akad pada asuransi konvensional adalah pihak perusahaan asuransi dengan
pihak peserta asuransi melakukan akad mufawadhah, yaitu masing-masing
dari kedua belah pihak yang berakad di satu pihak sebagai penaggung dan
di pihak lainnya sebagai tertanggung. Pihak penaggung memperoleh
premi-premi asuransi sebagai pengganti dari uang pertanggungan yang
telah dijanjikan pembayarannya. Sedangkan tertangung ,memperoleh uang
pertanggungan jika terjadi peristiwa atau bencana sebagai pengganti dari
premi-premi yang dibayarkannya.
Sistem kontrak dimaksud, mengandung unsure untung-untungan, yaitu
keuntunganyang diperoleh tergantung bila terjadi musibah dan si
penaggung mendapat keuntungan bila tidak terjadi musibah da dipandang
sebagai hasil dari mengambil resiko, bahkan sebagai hasil kerja yang
nihil.
5. Perbedaan Mengenai Kepemilikan dan Pengelolaan Dana
A. Asuransi syariah
Asuransi syariah menganut system kepemilikan bersama. Hal itu berarti
dana yang terkumpul dari setiap peserta asuransi dalam bentuk iuran atau
kontribusi merupakan milik peserta ( Shohibul Mal). Pihak perusahaan
asuransi syariah hanya sebagai penyangga aman dalam pengelolaannya. Dana
tersebut, kecuali tabarru’dapat diambil kapan saja dan tanpa dibebani
bunga. Di sinilah letak pebedaan mendasar pada life insurance apabila
seorang peserta karenakebutuhan yang sangat mendesak boleh mengambil
sebagian dari akumulasi dananya yang ada. Selain itu, perlu diungkapkan
bahwa pengelolaannaya untuk produk-produk yang mengandung unsure saving
(tabungan), dana yag dibayarkan oleh peserta langsung dibagi dalam 2
rekening, yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’.
B. Asuransi Konvensional
Kepemilikan harta dalam asuransi konvensional adalah milik perusahaan,
bebas mengunakan dan menginvestasikan pengelolaanya, bersifat tidak ada
pemisahan dana peserta dengan dana tabarru’ sehingga semua dana
bercampur menjadi satu dan status hak kepemilikan dana dimaksud adalah
dana perusahaan, sehingga bebas mengelola dan menginvestasikan yanpa ada
pembatasan halal dan haram dalam melakukan pemindahan, bahkan ada
kecendrungan yang selalu di praktikkan dalam asuransi konvensional untuk
menginvstasikan dananya ke system bunga. Selain itu, dana yang
terkumpul pada system asuransi konvensional dikelola oleh badan
pengelola dan keuntungannya hanya untuk kepentingan badan pengelola dan
membayar polis peserta, pengelola menganngap mempunyai pertambahan
keuntungan sebagai usaha yang dikelolanya.
6. Perbedaan Mengenai Premi dan Sumber Pembiayaan Klaim
A. Asuransi Syariah
Unsur-unsur premipada asuransi syariah terdiri dari unsure tabarru’ dan
tabungan (untuk asuransi jiwa). Selain itu, sumber pembayaran klaim
diperoleh dari rekening tabarru’, yaitu rekening dana tolong-menolong
bagi seluruh peserta, yang sejak awal sudah diakadkan dengan ikhlas oleh
setiap peserta untuk keperluan saudara-saudaranya yang meninggal dunia
atau tertimpa musibah materi seperti, kebakaran, gempa, banjir dan
lain-lain. Selain itu, sumber pembiayaan kalim dalam asuransi syariah
adalah dari rekening perusahaan murni bisnis dan tertentu diperuntukkan
sebagai dana tolong-menolong.
B. Asuransi Konvensional
Dalam asuransi konvensional unsure-unsur preminya terdiri atas:
· Mortality table yaitu daftar tabel kematian berguna untuk mengetahui
besarnya klaim yang kemungkinan timbul kerugian yang di karenakan
kematian, serta meramalkan berapa lama batas umur seseorang bisa hidup.
· Penerimaan Bunga untuk menetapkan tarif, perhitungan bunga harus dikalkulasi di dalamnya.
· Biaya-biaya asuransi terdiri dari biaya komisi, biaya luar dinas,
biaya reklame, sale promotion, biaya pembuatan polis, dan biaya
pemeliharaan
7. Perbedaan Mengenai Investasi Dana dan Keuntungan
A. Asuransi Syariah
Asuransi dalam menginvestasikan dananyanhanya kepada bank syariah, BPRS
(Bank Perkreditan Rakyat Syariah), Obligasi syariah, dan kegiatan
lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sementara profit
(laba) untukasuransi kerugian yang di peroleh dari surplus underwriting
bukan menjadi milik perusahaan sebagaimana mekanisme dalam asuransi
konvensional.
Berinvestasi pada industry perusahaan asuransi syariah, memiliki
keunggulan yang member semangat pada pesertanya. Sebab, system dimaksud
tidak mengenal system dana hangus. Peserta yang baru masuk pun yang
karena sesuatudan lan hal sehingga mengundurkan diri maka dana/premi
yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil
saja dana yang sudah diniatkan untuk dana tabarru’ sehingga tidak dapat
ditarik kembali. Begitu juga dengan asuransi takaful umum (asuransi
kerugian), jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka takaful
membagikan sebagian dana premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40
atau 70:30 sesuai kesepakatan ketika terjadi di akad.
B. Asuransi Konvensional.
Menurut peraturan pemerintah, investasi wajib dilakukan oleh asuransi
konvensional pada jenis investasi yang akan menguntungkan serta memiliki
likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi oleh
perusahaan. Selain itu, harus memperhatikan ketentuan investasi yang
tertuang dalam keputusan Menteri Keuangan RI No. 424/KMK.6/2003.
Sedangkan keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting menjadi
milik perusahaan yang telah terdahulu.
Didalam system asuransi konvensional memiliki system dana hangus, yaitu
peserta asuransi yang tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin
mengundurkan diri sebelum akhir periode, maka dana peserta itu hangus.
Begitu juga untuk asuransi non saving jika habis masa kontrak dan tidak
terjadi klaim, maka premi yang dibayar oleh pihak peserta asuransi
kepada pihak perusahaan akan hangus atau menjadi milik perusahaan
asuransi.
2. PERKEMBANGAN ASURANSI SYARI’AH
Menurut penulis asuransi syariah kini, banyak di buru masyrakat dan
telah semakin di nikmati , ini bisa dilihat dari respons masyarakat yang
berbondong-bondong menjadi nasabah asuransi syariah. Kini nyaris semua
perusahaan asuransi membentuk unit syariah. Bahkan asuransi asing juga
ikut membuka unit syariah. Ini dikarenakan asuransi syariah mempunyai
keunggulan bila dibandingkan dengan asuransi konvensional. Perbedaan dan
keunggulannya terdapat pada prosedur penyimpanan dana, operasional dana
asuransi,dan akadnya. Asuransi syariah sudah didirikan sejak 10 tahun
yang lalu, dan hampir setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan. PT.
Asuransi Syariah Takaful menunjukan perkembangan yang cukup pesat,
termasuk di wilayah Indonesia Timur, dari segi premi nasabah yang masuk
di asuransi, menunjukan peningkatan 50% di Makassar tahun 2006[15].
Bahkan tahun 2006 juga di targetkan harus meningkat menjadi dua kali
lipat.
Tidak semua dalam Makalah ini yang dicantumkan karena terlalu banyak*
KESIMPULAN
Asuransi syariah disebut juga dengan asuransi ta’awaun atau
tolong-menolong. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa asuransi ta’awun
prinsip dasarnya adalah dasar syariat yang saling toleran terhadap
sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam meringankan bencana yang
di alami oleh peserta. Asuransi syariah takaful ada sejak tahun1994,
walaupun sekitar 16 tahun yang lalu berdiri, tetapi perusahaan asuransi
tidak kalah dengan asuransi konvensional yang telah berdiri lebih
dahulu. Bisa dilihat perkembangan asuransi syariah dari banyaknya
perusahaan asuransi konvensional yang membuka unit usaha syariah. Dan
banyaknya dana premi yang dihimpun akhir tahun 2007 mencapai10 miliyar.
Kini masyarakat telah banyak yang beralih ke asuransi syariah, bukan
karena syariah saat ini sedang naik daun, tetapi karena mereka sudah
mengetahui bahwa yang berdasarkan prinsip syariahlah yang lebih baik.
Mengapa syariah dikatakan lebih baik?? Karena perasuransian yang ada
selama ini mengandung unshur gharar, maisir dan riba, yang mana ketiga
unsure itu diharamkan oleh Islam. Keunggulan asuransi syariah telihat
dari segi konsep, sumber hokum, akad perjanjian, pengelolaan dana, dan
keuntungan, bila dibandingkan dengan
asuransi konvensional.
DAFTAR PUSTAKA
- Rodoni, Ahmad dan Abdul Hamid.2008. Lembaga Keuangan Syariah.Jakarta:Zikrul Hakim.
- Sudarsono,Heri,2008. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah.Yogyakarta:Ekonisia
- Zainuddin Ali,Prof.2008.Hukum Asuransi Syariah.Jakarta:Sinar Grafik
Sumber