Peraturan adalah sesuatu yang disepakati dan mengikat sekelompok
orang/ lembaga dalam rangka mencapai suatu tujuan dalam hidup bersama.
Regulasi adalah “mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat
dengan aturan atau pembatasan.” Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai
bentuk, misalnya: pembatasan hukum diumumkan oleh otoritas pemerintah, regulasi
pengaturan diri oleh suatu industri seperti melalui asosiasi perdagangan,
Regulasi sosial (misalnya norma), co-regulasi dan pasar. Seseorang dapat,
mempertimbangkan regulasi dalam tindakan perilaku misalnya menjatuhkan sanksi
(seperti denda).
UU No.19 tentang Hak Cipta
Berdasarkan UU RI no 19 tahun 2002
Bab 1 mengenai Ketentuan Umum, pasal 1
1.
Hak Cipta adalah hak
eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Pencipta adalah
seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
3.
Ciptaan adalah hasil
setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, atau sastra.
4.
Pemegang Hak Cipta
adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak
tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.
5.
Hak Terkait adalah hak
yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk
memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk
memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan
bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya
siarannya
6.
Lisensi adalah izin
yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak
lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak
Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
Ketentuan Umum
Pada dasarnya, hak
cipta merupakan “hak untuk menyalin suatu ciptaan”. Hak cipta dapat juga
memungkinkan pemegang hak tersebut untuk membatasi penggandaan tidak sah atas
suatu ciptaan. Pada umumnya pula, hak cipta memiliki masa berlaku tertentu yang
terbatas.
Hak cipta berlaku pada
berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau “ciptaan”. Ciptaan tersebut
dapat mencakup puisi, drama, serta karya tulis lainnya, film, karya-karya
koreografis (tari, balet, dan sebagainya), komposisi musik, rekaman suara,
lukisan, gambar, patung, foto, perangkat lunak komputer, siaran radio dan
televisi, dan (dalam yurisdiksi tertentu) desain industri. Hak cipta
merupakan salah satu jenis hak kekayaan intelektual, namun hak cipta berbeda
secara mencolok dari hak kekayaan intelektual lainnya (seperti paten, yang
memberikan hak monopoli atas penggunaan invensi), karena hak cipta bukan
merupakan hak monopoli untuk melakukan sesuatu, melainkan hak untuk mencegah
orang lain yang melakukannya.
Di Indonesia, masalah
hak cipta diatur dalam Undang-undang Hak Cipta, yaitu, yang berlaku saat ini,
Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002. Dalam undang-undang tersebut, pengertian hak
cipta adalah “hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan
atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak
mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku” (pasal 1 butir 1).
Lingkup Hak cipta
Lingkup hak cipta diatur didalam bab 2
mengenai LINGKUP HAK CIPTA pasal 2-28 :
· Ciptaan
yang dilindungi (pasal 12), Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang
ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup: buku, Program Komputer,
pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil
karya tulis lain, ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis dengan
itu, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan,
lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama atau drama musikal, tari,
koreografi, pewayangan, dan pantomim, seni rupa dalam segala bentuk seperti
seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase,
dan seni terapan, arsitektur, peta, seni batik, fotografi, sinematografi,
terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil
pengalihwujudan.
· Ciptaan
yang tidak ada Hak Cipta (pasal 13), hasil rapat terbuka lembaga-lembaga
Negara, peraturan perundang-undangan, pidato kenegaraan atau pidato pejabat
Pemerintah, putusan pengadilan atau penetapan hakim atau keputusan badan
arbitrase atau keputusan badan-badan sejenis lainnya.
Hak-hak yang tercakup dalam hak cipta
Hak eksklusif
Beberapa hak eksklusif yang umumnya diberikan
kepada pemegang hak cipta adalah hak untuk :
·
Membuat salinan atau
reproduksi ciptaan dan menjual hasil salinan tersebut (termasuk, pada umumnya,
salinan elektronik),
·
Mengimpor dan
mengekspor ciptaan,
·
Menciptakan karya
turunan atau derivatif atas ciptaan (mengadaptasi ciptaan),
·
Menampilkan atau
memamerkan ciptaan di depan umum,
·
Menjual atau
mengalihkan hak eksklusif tersebut kepada orang atau pihak lain.
Yang dimaksud dengan
“hak eksklusif” dalam hal ini adalah bahwa hanya pemegang hak ciptalah yang
bebas melaksanakan hak cipta tersebut, sementara orang atau pihak lain dilarang
melaksanakan hak cipta tersebut tanpa persetujuan pemegang hak cipta.
Di Indonesia, hak
eksklusif pemegang hak cipta termasuk “kegiatan menerjemahkan, mengadaptasi,
mengaransemen, mengalihwujudkan, menjual, menyewakan, meminjamkan, mengimpor,
memamerkan, mempertunjukkan kepada publik, menyiarkan, merekam, dan
mengkomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun”.
Selain itu, dalam
hukum yang berlaku di Indonesia diatur pula “hak terkait”, yang berkaitan
dengan hak cipta dan juga merupakan hak eksklusif, yang dimiliki oleh pelaku
karya seni (yaitu pemusik, aktor, penari, dan sebagainya), produser rekaman
suara, dan lembaga penyiaran untuk mengatur pemanfaatan hasil dokumentasi
kegiatan seni yang dilakukan, direkam, atau disiarkan oleh mereka masing-masing
(UU 19/2002 pasal 1 butir 9–12 dan bab VII). Sebagai contoh, seorang penyanyi
berhak melarang pihak lain memperbanyak rekaman suara nyanyiannya.
Hak-hak eksklusif yang
tercakup dalam hak cipta tersebut dapat dialihkan, misalnya dengan pewarisan
atau perjanjian tertulis (UU 19/2002 pasal 3 dan 4). Pemilik hak cipta dapat
pula mengizinkan pihak lain melakukan hak eksklusifnya tersebut dengan lisensi,
dengan persyaratan tertentu (UU 19/2002 bab V).
Perlindungan Hak Cipta
Perlindungan hak cipta
pada umumnya berarti bahwa penggunaan atau pemakaian dari hasil karya tertentu
hanya dapat dilakukan dengan ijin dari pemilik hak tersebut. Yang dimaksud
menggunakan atau memakai di sini adalah mengumumkan, memperbanyak ciptaan atau
memberikan ijin untuk itu.
Pasal 12 ayat 1 :
(1)Dalam Undang-undang ini ciptaan yang
dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra, yang
mencakup :
a. buku, program komputer, pamflet, perwajahan
(lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
b. ceramah, kuliah, pidato, dan ciptaan lain yang
sejenis
dengan itu ;
dengan itu ;
c. alat peraga yang dibuat untuk kepentingan
pendidikan dan
ilmu pengetahuan;
ilmu pengetahuan;
d. lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
e. drama atau drama musikal, tari, koreografi,
pewayangan
dan pantomim;
dan pantomim;
f. seni rupa dalam segala bentuk seperti seni
lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan
seni terapan;
g. arsitektur;
h. peta;
i. seni batik;
j. fotografi;
k. sinematografi;
(1) terjemahn, tafsir, saduran, bunga rampai, data
base, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
(2) Ciptaan sebagaimana dimaksud dalam huruf l
dilindungi sebagai Ciptaan tersendiri dengan tidak mengurangi Hak Cipta atas
Ciptaan asli.
(3) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dan ayat (2), termasuk juga semua Ciptaan yang tidak atau belum diumumkan,
tetapi sudah merupakan suatu bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan
Perbanyakan hasil karya itu.”
Menurut Pasal 1 ayat 8 :
Program komputer adalah sekumpulan instruksi
yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang
apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu
membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk
mencapai hasil yang khusus, termasuk penyiapan dalam merancang
instruksi-instruksi tersebut.
Dan Pasal 2 ayat 2:
Pencipta dan /atau Pemegang Hak Cipta atas
karya sinematografi dan program computer (software) memberikan izin atau
melarng orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan ciptaan tersebut untuk
kepentingan yang bersifat komersial.
Pembatasan Hak Cipta
Pembatasan Hak cipta,
Pembatasan mengenai hak cipta diatur dalam pasal 14, 15, 16 (ayat 1-6), 17, dan
18. Pemakaian ciptaan tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta apabila
sumbernya disebut atau dicantumkan dengan jelas dan hal itu dilakukan terbatas
untuk kegiatan yang bersifat nonkomersial termasuk untuk kegiatan sosial,
misalnya, kegiatan dalam lingkup pendidikan dan ilmu pengetahuan, kegiatan
penelitian dan pengembangan, dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang
wajar dari penciptanya. Kepentingan yang wajar dalam hal ini adalah
“kepentingan yang didasarkan pada keseimbangan dalam menikmati manfaat ekonomi
atas suatu ciptaan”. Termasuk dalam pengertian ini adalah pengambilan ciptaan
untuk pertunjukan atau pementasan yang tidak dikenakan bayaran. Khusus untuk
pengutipan karya tulis, penyebutan atau pencantuman sumber ciptaan yang dikutip
harus dilakukan secara lengkap. Artinya, dengan mencantumkan sekurang-kurangnya
nama pencipta, judul atau nama ciptaan, dan nama penerbit jika ada. Selain itu,
seorang pemilik (bukan pemegang hak cipta) program komputer dibolehkan membuat
salinan atas program komputer yang dimilikinya, untuk dijadikan cadangan
semata-mata untuk digunakan sendiri.
Selain itu,
Undang-undang Hak Cipta juga mengatur hak pemerintah Indonesia untuk
memanfaatkan atau mewajibkan pihak tertentu memperbanyak ciptaan berhak cipta
demi kepentingan umum atau kepentingan nasional (pasal 16 dan 18), ataupun
melarang penyebaran ciptaan “yang apabila diumumkan dapat merendahkan
nilai-nilai keagamaan, ataupun menimbulkan masalah kesukuan atau ras, dapat
menimbulkan gangguan atau bahaya terhadap pertahanan keamanan negara, bertentangan
dengan norma kesusilaan umum yang berlaku dalam masyarakat, dan ketertiban
umum” (pasal 17). Ketika orang mengambil hak cipta seseorang maka orang
tersebut akan mendapat hukuman yang sesuai pada kejahatan yang
dilakukan. Menurut UU No.19 Tahun 2002 pasal 13, tidak ada hak cipta atas
hasil rapat terbuka lembaga-lembaga Negara, peraturan perundang-undangan,
pidato kenegaraan atau pidato pejabat Pemerintah, putusan pengadilan atau
penetapan hakim, ataupun keputusan badan arbitrase atau keputusan badan-badan
sejenis lainnya (misalnya keputusan-keputusan yang memutuskan suatu
sengketa). Pasal 14 Undang-undang Hak Cipta mengatur bahwa penggunaan atau
perbanyakan lambang Negara dan lagu kebangsaan menurut sifatnya yang asli
tidaklah melanggar hak cipta. Demikian pula halnya dengan pengambilan berita
aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, lembaga penyiaran,
dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus
disebutkan secara lengkap.
Keterbatasan UU
Telekomunikasi Dalam Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi
Di negara kita banyak sekali UU yang kita
sendiri tidak mengetahui persis apa isinya tetapi di sini akan di
jelaskan salah satunya yaitu UU NO.36.Keterbatasan UU Telekomunikasi Dalam
Mengatur Penggunaan Teknologi Informasi.
Didalam UU No. 36 telekomunikasi berisikan
sembilan bab yang mengatur hal-hal berikut ini ; Azas dan tujuan
telekomunikasi, pembinaaan, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sanksi
administrasi, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.
Undang-Undang ini dibuat untuk menggantikan UU No.3 Tahun 1989 tentang
Telekomunikasi, karena diperlukan penataan dan pengaturan kembali
penyelenggaraan telekomunikasi nasional yang dimana semua ketentuan itu telah
di setujuin oleh DPRRI.
UU ini dibuat karena ada beberapa alasan,
salah satunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi
telekomunikasi yang sangat cepat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar
dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi.
Dengan munculnya undang-undang tersebut membuat banyak terjadinya perubahan dalam dunia telekomunikasi, antara lain :
1. Telekomunikasi merupakan salah satu
infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
2. Perkembangan teknologi yang sangat pesat tidak
hanya terbatas pada lingkup telekomunikasi itu saja, maleinkan sudah berkembang
pada TI.
3. Perkembangan teknologi telekomunikasi di
tuntut untuk mengikuti norma dan kebijaksanaan yang ada di Indonesia.
Apakah ada keterbatasan yang dituangkan dalam
UU no.36 Telekomunikasi tersebut dalam hal mengatur penggunaan teknologi
Informasi. Maka berdasarkan isi dari UU tersebut tidak ada penjelasan mengenai
batasan-batasan yang mengatur secara spesifik dalam penggunaan teknologi
informasi tersebut, artinya dalan UU tersebut tidak ada peraturan yang secara
resmi dapat membatasi penggunaan teknologi komunikasi ini. Namun akan lain
ceritanya jika kita mencoba mencari batasan-batasan dalam penggunaan teknologi
informasi berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat
dilihat secara virtual, maka hal tersebut diatur dalam UU No.11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik terutama BAB VII tentang Perbuatan
yang Dilarang. Untuk itu kita sebagai pengguna teknologi informasi dan
komunikasi harus lebih bijak dan berhati-hati lagi dalam memanfaatkan teknologi
ini dengan memperhatikan peraturan dan norma yang ada.
Perbandingan UU ITE dilingkup Negara ASEAN
Beberapa hal penting yang menjadi perhatian
dalam setiap cyberlaw di negara ASEAN, khususnya yang berhubungan dengan
e-commerce antara lain;
1. Perlindungan hukum terhadap konsumen.
• Indonesia
UU ITE menerangkan bahwa konsumen berhak untuk
mendapatkan informasi yang lengkap berkaitan dengan detail produk, produsen dan
syarat kontrak.
• Malaysia
Communications and Multimedia Act 1998
menyebutkan bahwa setiap penyedia jasa layanan harus menerima dan menanggapi
keluhan konsumen. Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal tersebut belum
diatur.
2. Perlindungan terhadap data pribadi serta
privasi.
· Singapura
Sebagai pelopor negara ASEAN yang
memberlakukan cyberlaw yang mengatur e-commerce code untuk melindungi data
pribadi dan komunikasi konsumen dalam perniagaan di internet.
· Indonesia
Sudah diatur dalam UU ITE.
· Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan,
Sedangkan pada negara ASEAN lainnya, hal
tersebut belum diatur.
3. Cybercrime
Sampai dengan saat ini ada delapan negara
ASEAN yang telah memiliki cyberlaw yang mengatur tentang cybercrime atau
kejahatan di internet yaitu Malaysia,Singapura, Thailand, Vietnam dan termasuk
Indonesia melalui UU ITE yang disahkan Maret 2008 lalu.
4. Spam
Spam dapat diartikan sebagai pengiriman
informasi atau iklan suatu produk yang tidak pada tempatnya dan hal ini sangat
mengganggu.
· Singapura
Merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang
memberlakukan hukum secara tegas terhadap spammers (Spam Control Act 2007)
· Malaysia & Thailand
Masih berupa rancangan.
· Indonesia
UU ITE belum menyinggung masalah spam.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada.
5. Peraturan Materi Online / Muatan dalam suatu
situs
Lima negara ASEAN yaitu Brunei, Malaysia,
Myanmar, Singapura serta Indonesia telah menetapkan cyberlaw yang mengatur
pemuatan materi online yang mengontrol publikasi online berdasarkan norma
sosial, politik, moral, dan keagamaan yang berlaku di negara masing-masing.
6. Hak Cipta Intelektual atau Digital Copyright
Di ASEAN saat ini ada enam negara yaitu
Brunei, Kamboja, Indonesia, Filipina, Malaysia dan Singapura yang telah
mengatur regulasi tentang hak cipta intelektual.
Sementara negara lainnya masih berupa rancangan.
Sementara negara lainnya masih berupa rancangan.
7. Penggunaan Nama Domain
Saat ini ada lima negara yaitu Brunei,
Kamboja, Malayasia, Vietnam termasuk Indonesia yang telah memiliki hukum yang
mengatur penggunaan nama domain. Detail aturan dalam setiap negara berbeda-beda
dan hanya Kamboja yang secara khusus menetapkan aturan tentang penggunaan nama
domain dalam Regulation on Registration of Domain Names for Internet under the
Top Level ‘kh’ 1999.
8. Electronic Contracting
Saat ini hampir semua negara ASEAN telah
memiliki regulasi mengenai Electronic contracting dan tanda tangan elektronik
atau electronik signatures termasuk Indonesia melalui UU ITE.
Sementara Laos dan Kamboja masih berupa
rancangan. ASEAN sendiri memberi deadline Desember 2009 sebagai batas waktu
bagi setiap negara untuk memfasilitasi penggunaan kontrak elektronik dan tanda
tangan elektonik untuk mengembangkan perniagaan intenet atau e-commerce di
ASEAN.
9. Online Dispute resolution (ODR)
ODR adalah resolusi yang mengatur perselisihan
di internet.
· Filipina
Merupakan satu-satunya negara ASEAN yang telah
memiliki aturan tersebut dengan adanya Philippines Multi Door Courthouse.
· Singapura
Mulai mendirikan ODR facilities.
· Thailand
Masih dalam bentuk rancangan.
· Malaysia
Masih dalam tahap rancangan mendirikan
International Cybercourt of Justice.
· Indonesia
Dalam UU ITE belum ada aturan yang khusus
mengatur mengenai perselisihan di internet.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada. ODR sangat penting menyangkut implementasinya dalam perkembangan teknologi informasi dan e-commerce.
Sementara di negara ASEAN lainnya masih belum ada. ODR sangat penting menyangkut implementasinya dalam perkembangan teknologi informasi dan e-commerce.
Sumber :